SEBUAH SENTRAL BERNAMA KELUARGA
oleh : Alisa Dita Manimpian
Adalah hal yang biasa dari gambaran sebuah keluarga, mereka yang bernaung di bawah atap yang sama, memijakkan kaki di lantai yang sama namun tak banyak waktu untuk bertemu, berkumpul dan berbagi kasih.
Suami disibukkan dalam tugasnya menjadi tulang punggung dengan bekerja, dan istri sebagai pengelola rumah tangga menghabiskan waktu untuk urusan domestik. Sedangkan sang anak disekap di ruang kelas sekolah atas nama mempersiapkan masa depan.
Adalah hal yang biasa dari gambaran sebuah keluarga, mereka yang bernaung di bawah atap yang sama, memijakkan kaki di lantai yang sama namun tak banyak waktu untuk bertemu, berkumpul dan berbagi kasih.
Suami disibukkan dalam tugasnya menjadi tulang punggung dengan bekerja, dan istri sebagai pengelola rumah tangga menghabiskan waktu untuk urusan domestik. Sedangkan sang anak disekap di ruang kelas sekolah atas nama mempersiapkan masa depan.
Ya, inilah gambaran sebuah keluarga modern yang umum kita temui. Relasi-relasi sosial dan hubungan emosional di dalamnya ditransformasikan sedemikian rupa sebagai aktifitas 'Kerja'. Tidak lagi sekedar urusan domestik, keluarga menjelma menjadi mesin dalam pabrik sosial. Terutama perannya dalam merawat tatanan kerja, pekerja dan mereproduksi calon pekerja. Keluarga adalah sentral dalam pabrik sosial yang memegang berbagai macam fungsi lewat spesialisasi masing-masing peran.
Suami (terkadang pula istri) menjual tenaga sebagai pekerja, bekerja langsung pada kapital. Sementara istri sang ibu rumah tangga sebagai pekerja tak diupah yang dapat melakukan berbagai macam pekerjaan yang menguntungkan kapital. Melayani suaminya, sang pekerja, baik secara fisik, psikologis, emosional, maupun seksual. Semua ini dilakukan demi menjaga vitalitas pekerja agar keesokan harinya dapat berangkat bekerja dan tetap produktif menghasilkan kapital bagi majikannya.
Ibu rumah tangga juga melahirkan, memberi makan dan merawat serta mendidik anaknya calon pekerja masa depan. Memberinya nilai dan orientasi hidup, rantai yang menjaga agar generasinya tetap relevan dalam tatanan kapitalistik.
Sebuah spot komersial di televisi sebut saja “Fatig....” sejenis obat suplemen, menggambarkannya dengan gamblang. Seorang perempuan yang sedang melakoni beberapa pekerjaan sekaligus, sebagai guru les, sebagai koki, dan sebagai konsultan keuangan. Sebuah ilustrasi akan lakon seorang istri dalam sebuah keluarga, dan pesan yang ingin disampaikan Iklan tersebut adalah mereka (para istri) membutuhkan sebuah suplemen atau tambahan energi agar tetap sehat dan fit untuk bisa menyokong setiap peran-perannya, sehingga tetap bekerja dengan penuh segar dan menebarkan senyum seperti bintang iklan tersebut, kemudian memuji diri “anda luar biasa”. Menjadi koki yaitu menyiapkan dan kebutuhan makan dan memasak untuk keluarganya, sebagai guru les yaitu mendidik anak-anaknya untuk jalan masa depan serta sebagai konsultan keuangan yaitu mengatur keuangan atau ekonomi keluarga ke semuanya adalah peran-peran luar biasa namun telah menjadi aktivitas keseharian yang terus berjalan.
Ya inilah hal luar biasa yang dijalankan kapitalisme, mampu memainkan peran-peran keluarga tersebut menjadi aktivitas yang secara tidak langsung turut berkontribusi dalam reproduksi kapital.
Dalam keluarga istri adalah pelayan dan perawat bagi pekerjanya (suami) namun dalam pabrik sosial istri adalah pekerja itu sendiri sebagai tenaga kerja tak diupah lewat peran hariannya yang justru menjadi lebih nilai lebih dalam sistem kapital. Dan mengkonsumsi suplemen yang ditawarkan dalam berbagai produk iklan yang pasti bukan solusi.
Keluarga memainkan peran penting bagaimana narasi kerja tetap tak tergugat. Sebagai sentral dalam pabrik sosial, keluarga selain merawat para pekerjanya terus pula mereproduksi tenaga kerja, sebagai pemasok dan menyiapkan calon-calon tenaga kerja baru. Di sinilah anak dalam keluarga dipersiapkan sebagai calon pekerja masa depan. Kapitalis tak perlu membuat sebuah institusi khusus untuk merawat calon-calon pekerjanya.
Keluarga adalah institusi ideal yang dikonstruksi untuk menjadi mesin penghasil dan perawat calon pekerja. Anak sebagai generasi pelanjut keluarga, sejak kecil telah ditanamkan pada orientasi masa depan lewat gambaran karir. Keluarga terus menuntun anak pada cita-cita yang menggambarkan sebuah kesuksesan. Dokter, polisi, pengusaha, pejabat adalah sekian yang mewakilkan kesuksesan tersebut. Kesuksesan untuk mampu meraih banyak kapital. Semua norma disetting untuk selaras dengan kaidah kapital, seorang anak yang malas bersekolah akan dicap sebagai orang yang gelap masa depannya, seorang yang tidak bertitel akademik, atau memiliki pekerjaan dengan gaji minim hanyalah remah-remah dalam sistem sosial. Anak layaknya sebuah investasi masa depan, sejak kecil mereka dipersiapkan menjadi calon pekerja, memasukkannya dalam institusi pendidikan, jalur formal bagi pencapaian cita-cita.
Suami terus menjual tenaganya untuk dapat membiayai sekolah anaknya sampai jenjang terakhir, Istri sebagai Ibu rumah tangga adalah yang melahirkan, menyusui dan memberi makan anak-anaknya, merawat, menjamin kesehatannya, mendidik, mengantarnya ke sekolah, dan menuntun dalam perjalanan pencapaian karirnya. Dan anak tetap menyiapkan dirinya sebagai pekerja, gambaran cita-cita yang tertanam sejak kecil adalah harapan penyemangat, belajar dan terus mengembangkan diri, berprestasi, mengikuti aktivitas tambahan yang mendukung (kursus, dll.), anak terus ditanamkan untuk seminimal mungkin bermain dan mengisi waktu mereka untuk belajar dan hal-hal lain dipandang lebih bernilai untuk bekal masa depan.
Inilah gambaran sebuah siklus kapital yang terus berjalan dalam sebuah keluarga, fungsinya sebagai sentral dalam pabrik sosial. Generasi dalam keluarga akan mengulang hal yang sama. Segala relasi sosial telah ditranformasikan untuk mengambil alih estafet, menjelma menjadi institusi yang terus mereproduksi kapital dan kebutuhan-kebutuhannya. Keluarga yang telah menyimpang dari ikatan sosial antara individu-individu di dalamnya bahkan menjadi pusat bagi regenerasi para pekerja-pekerja baru yang berjalan untuk satu tujuan yakni tegaknya kapitalisme. []
Suami (terkadang pula istri) menjual tenaga sebagai pekerja, bekerja langsung pada kapital. Sementara istri sang ibu rumah tangga sebagai pekerja tak diupah yang dapat melakukan berbagai macam pekerjaan yang menguntungkan kapital. Melayani suaminya, sang pekerja, baik secara fisik, psikologis, emosional, maupun seksual. Semua ini dilakukan demi menjaga vitalitas pekerja agar keesokan harinya dapat berangkat bekerja dan tetap produktif menghasilkan kapital bagi majikannya.
Ibu rumah tangga juga melahirkan, memberi makan dan merawat serta mendidik anaknya calon pekerja masa depan. Memberinya nilai dan orientasi hidup, rantai yang menjaga agar generasinya tetap relevan dalam tatanan kapitalistik.
Sebuah spot komersial di televisi sebut saja “Fatig....” sejenis obat suplemen, menggambarkannya dengan gamblang. Seorang perempuan yang sedang melakoni beberapa pekerjaan sekaligus, sebagai guru les, sebagai koki, dan sebagai konsultan keuangan. Sebuah ilustrasi akan lakon seorang istri dalam sebuah keluarga, dan pesan yang ingin disampaikan Iklan tersebut adalah mereka (para istri) membutuhkan sebuah suplemen atau tambahan energi agar tetap sehat dan fit untuk bisa menyokong setiap peran-perannya, sehingga tetap bekerja dengan penuh segar dan menebarkan senyum seperti bintang iklan tersebut, kemudian memuji diri “anda luar biasa”. Menjadi koki yaitu menyiapkan dan kebutuhan makan dan memasak untuk keluarganya, sebagai guru les yaitu mendidik anak-anaknya untuk jalan masa depan serta sebagai konsultan keuangan yaitu mengatur keuangan atau ekonomi keluarga ke semuanya adalah peran-peran luar biasa namun telah menjadi aktivitas keseharian yang terus berjalan.
Ya inilah hal luar biasa yang dijalankan kapitalisme, mampu memainkan peran-peran keluarga tersebut menjadi aktivitas yang secara tidak langsung turut berkontribusi dalam reproduksi kapital.
Dalam keluarga istri adalah pelayan dan perawat bagi pekerjanya (suami) namun dalam pabrik sosial istri adalah pekerja itu sendiri sebagai tenaga kerja tak diupah lewat peran hariannya yang justru menjadi lebih nilai lebih dalam sistem kapital. Dan mengkonsumsi suplemen yang ditawarkan dalam berbagai produk iklan yang pasti bukan solusi.
Keluarga memainkan peran penting bagaimana narasi kerja tetap tak tergugat. Sebagai sentral dalam pabrik sosial, keluarga selain merawat para pekerjanya terus pula mereproduksi tenaga kerja, sebagai pemasok dan menyiapkan calon-calon tenaga kerja baru. Di sinilah anak dalam keluarga dipersiapkan sebagai calon pekerja masa depan. Kapitalis tak perlu membuat sebuah institusi khusus untuk merawat calon-calon pekerjanya.
Keluarga adalah institusi ideal yang dikonstruksi untuk menjadi mesin penghasil dan perawat calon pekerja. Anak sebagai generasi pelanjut keluarga, sejak kecil telah ditanamkan pada orientasi masa depan lewat gambaran karir. Keluarga terus menuntun anak pada cita-cita yang menggambarkan sebuah kesuksesan. Dokter, polisi, pengusaha, pejabat adalah sekian yang mewakilkan kesuksesan tersebut. Kesuksesan untuk mampu meraih banyak kapital. Semua norma disetting untuk selaras dengan kaidah kapital, seorang anak yang malas bersekolah akan dicap sebagai orang yang gelap masa depannya, seorang yang tidak bertitel akademik, atau memiliki pekerjaan dengan gaji minim hanyalah remah-remah dalam sistem sosial. Anak layaknya sebuah investasi masa depan, sejak kecil mereka dipersiapkan menjadi calon pekerja, memasukkannya dalam institusi pendidikan, jalur formal bagi pencapaian cita-cita.
Suami terus menjual tenaganya untuk dapat membiayai sekolah anaknya sampai jenjang terakhir, Istri sebagai Ibu rumah tangga adalah yang melahirkan, menyusui dan memberi makan anak-anaknya, merawat, menjamin kesehatannya, mendidik, mengantarnya ke sekolah, dan menuntun dalam perjalanan pencapaian karirnya. Dan anak tetap menyiapkan dirinya sebagai pekerja, gambaran cita-cita yang tertanam sejak kecil adalah harapan penyemangat, belajar dan terus mengembangkan diri, berprestasi, mengikuti aktivitas tambahan yang mendukung (kursus, dll.), anak terus ditanamkan untuk seminimal mungkin bermain dan mengisi waktu mereka untuk belajar dan hal-hal lain dipandang lebih bernilai untuk bekal masa depan.
Inilah gambaran sebuah siklus kapital yang terus berjalan dalam sebuah keluarga, fungsinya sebagai sentral dalam pabrik sosial. Generasi dalam keluarga akan mengulang hal yang sama. Segala relasi sosial telah ditranformasikan untuk mengambil alih estafet, menjelma menjadi institusi yang terus mereproduksi kapital dan kebutuhan-kebutuhannya. Keluarga yang telah menyimpang dari ikatan sosial antara individu-individu di dalamnya bahkan menjadi pusat bagi regenerasi para pekerja-pekerja baru yang berjalan untuk satu tujuan yakni tegaknya kapitalisme. []
Label: Domestikasi, Jurnal, Jurnal 2, Pabrik Sosial
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda