MANUFAKTURISASI KEHIDUPAN HARIAN
The factory is all around us. It is the morning, the train, the car, the ravaged countryside, the machine, the bosses, the chief, the house, the newspapers, the family, the trade union, the street, one's purchases, pictures, one's pay, the television, one's language, one's holidays, school, housework, boredom, prison, the hospital and the night. It is the time and space of our everyday subsistence.
- Raoul Vaneigem, Revolution of everyday life –
Satu hal yang paling sering ditanyakan seseorang ketika ia pertama kali berkenalan dengan seseorang adalah “dimanakah kamu bekerja…?”, yeah…!! kerja…kerja…dan kerja…!! kini seakan menjadi satu penanda dan batas “kenormalan” seseorang”, hal tersebut seolah menjadi indikasi bahwa kerja merupakan hal yang penting terutama di era masyarakat industrial seperti sekarang ini. Inilah “potret” dari pola masyarakat saat ini, kerja saat ini telah menjadi status sosial yang sangat penting bagi seseorang. Dokter, guru, polisi, buruh bangunan, pekerja pabrik, cleaning service , serta berbagai jenis pekerjaan yang lainnya telah menjadi sebuah identitas bagi seseorang di era kapitalistik saat ini, dari generasi hingga ke generasi berikutnya hal tersebut telah mengambil peran yang sangat “sakral” dan bersanding sejajar selayaknya agama.
Maka tak heran jika kemudian “bahasa profit” kini menjadi sebuah tolak ukur untuk menilai seseorang, sedari kecil manusia telah dibiasakan untuk berpikir dalam “tradisi” dunia komoditas. Seseorang akan dipandang sebelah mata jika ia belum berpartisipasi aktif dalam perputaran dunia kapital ini, dan begitu pun sebaliknya, ia sendiri pun akan merasa tak berharga jika belum turut serta menghambakan dirinya sebagai seorang pekerja yang menjual aktifitas hidupnya, ketika seseorang memutuskan untuk menukarkan hasrat imajinatif serta daya kreasi yang dimilikinya, maka secara otomatis ia pun mereproduksi setiap kondisi yang mengharuskan ia terus menerus menjual tenaganya.
Dengan menukarkan aktifitas hidupnya kepada pemilik perusahaan, para pekerja menjadikan aktifitas hidupnya sebagai suatu bentuk komoditas yang dapat dipertukarkan dengan sebentuk upah yang ditawarkan oleh para pemilik perusahaan. Dengan cara inilah bentuk produksi dan konsumsi dalam masyarakat kapitalistik tersebut berjalan, logika pasar ini berjalan layaknya suatu lingkaran yang mendominasi kehidupan, aktivitas keseharian manusia dalam dunia kapital semata-mata hanyalah aktivitas yang dapat dijual layaknya berbagai komoditi yang ada di pasaran, setiap individu dihadapkan pada suatu kondisi yang dramatis untuk bertahan hidup dengan cara menukarkan setiap energi kreatif yang dimiliknya melalui bentuk kerja yang sama sekali tidak berada di bawah kendali mereka.
Aktifitas para pekerja dalam menghasilkan berbagai bentuk komoditi layak jual tersebut menjadi asing bagi mereka sendiri sebab aktifitas yang mereka lakukan sama sekali lepas dari kendali mereka sebagai pekerja .Hal ini pun akhirnya menghantarkan mereka pada sebuah kondisi dimana pilihan yang seolah-olah tersisa bagi mereka hanyalah dengan menyerahkan kendali hidup mereka terhadap orang lain, meninggalkan setiap orang dalam kondisi keterasingan serta terisolasi dalam kultur jual beli hingga akhir hidupnya.
Setiap individu mengamini sekaligus mereproduksi bentuk-bentuk produksi dan konsumsi tersebut sebagai sebuah respon alamiah terhadap kondisi material dan historis mereka. Alur kehidupan tersebut kini menjadi suatu kondisi yang dominan, mengaburkan esensi kehidupan manusia, serta memanipulasi setiap hasrat dalam ruang-ruang transaksi global. Masyarakat industrial mengadaptasikan bentuk kondisi alamiahnya serta membentuk pola interaksi setiap manusia ke dalam satu sudut pandang yang sama, yaitu dalam bahasa perolehan profit (keuntungan).
Perasaan teralienasi / terasing telah menjadi kondisi yang menyakitkan yang harus diterima oleh setiap orang, rutinitas kerja yang membosankan memang telah menjadi satu hal yang tak terhindarkan, hal tersebut tentu saja membutuhkan penyegaran kembali karena seorang majikan tentu tak menginginkan hal tersebut menjadi sebuah hambatan bagi arus perputaran modal / kapital dan hal yang paling esensial bagi dunia komoditas adalah dengan “menyembuhkan” kondisi tersebut tanpa menjauhkan mereka dari dunia komoditas.
Jual beli komoditas kini menjadi bentuk dan pola manusia mengidentikkan dirinya, dengan cara inilah manusia kemudian memaknai kehidupan relasi sosial mereka. Tatanan dominan yang menjadi karakteristik universal masyarakat modern ini menyerap sari-sari kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya melalui aktivitas kerja keseharian mereka, atau dengan kata lain, aktivitas produksi dan konsumsi manusia itulah yang memberi daya hidup bagi eksitensi dunia kapital tersebut. Sebagaimana halnya agama, bentuk budaya dominan dari aktivitas kerja serta konsumsi tersebut diamini sebagai suatu nilai yang sakral secara universal.
Kondisi keterasingan dalam kultur komoditas tak lagi hanya dialami oleh mereka yang bersentuhan langsung dengan alat produksi (para pekerja) saja, namun kondisi menyedihkan tersebut juga kini telah menjadi masalah umum yang dialami oleh siapa pun yang berada dalam kultur komoditas. Alienasi kini menyebar layaknya kanker, ia tak lagi dibatasi oleh tembok-tembok pabrik, namun juga berada dalam ruang-ruang kerja para pekerja kerah putih, ruang-ruang sekolah dan perkuliahan, diantara ramainya transaksi pasar, menyusupi setiap celah mimpi dan mewarnai proses interaksi manusia dengan sesamanya.
Kehidupan harian diluar lingkungan kerja pun kini tak jauh beda dengan kehidupan di pabrik. Waktu luang yang tersisa diluar kerja dikemas sedemikian “indahnya” hingga membuat kehidupan manusia saat ini tak jauh bedanya dengan “restoran siap saji". Corak kehidupan harian manusia kini memperoleh “kebebasannya” di dalam pasar, setiap orang seolah menemukan kebebasan untuk mengekspresikan diri mereka namun tanpa pernah beranjak jauh dari dunia komoditas. Perputaran dunia kapital kini telah menjadi suatu tatanan yang mendominasi hidup keseharian manusia, ia merupakan cerminan dari sosok keterasingan manusia yang mengalir seiring dengan keterpisahan manusia itu sendiri dan kemudian mengubah bentuk kehidupan manusia menjadi tak bermakna sama sekali. Pergerakan dunia kapital tersebut saat ini telah mengisi ruang-ruang kehidupan manusia, membentuk pola pandang kita dalam memahami dunia, maupun dalam memaknai diri kita sebagai subjek individual.
Label: Alienasi, Jurnal, Jurnal 2, Kehidupan Harian
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda